
Amerika Serikat (AS) menguji coba misil balistik antarbenua (intercontinental ballistic missile/ICBM) Minuteman III tanpa hulu ledak yang telah diperbarui roket pendorongnya pada Rabu (5/2). Uji coba dan perbaruan ICBM itu dilakukan sebagai proses modernisasi persenjataan nuklir darat-ke-udara milik AS yang sudah usang.
“Misil tersebut diluncurkan pada Rabu pagi dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di California, yang melesat sejauh 6.700 kilometer melintasi Samudera Pasifik menuju atol Kwajalein di Kepulauan Marshall,” demikian pernyataan AU Amerika Serikat, sebagaimana dilansir dari laman Koran Jakarta (7/ 2/ 2020).
Dalam keterangannya, AU Amerika Serikat menyatakan bahwa uji coba peluncuran ICBM ini merupakan tahapan dari uji coba pengembangan, bukan merupakan uji coba rutin seperti yang telah dilakukan pada 2 Oktober 2019 lalu.
“Ini buka peluncuran acak ICBM bagi menguji keandalannya, namun uji pengembangan peluncuran roket peluncur yang nantinya akan menggantikan roket peluncur yang sudah usang hingga bisa dipergunakansetiap waktu,” demikian pernyataan AU Amerika Serikat.
“Uji coba ini telah direncanakan beberapa bulan dan bukan sebagai tanggapan atau reaksi atas peristiwa yang terjadi di dunia ataupun akibat dari ketegangan regional,” imbuh mereka.
Misil darat-ke-udara Minuteman III adalah persenjataan nuklir milik AS sejak 2005. Seluruh misil balistik ini disimpan di silo yang ada di 3 pangkalan militer AS yaitu di Wyoming, North Dakota, dan Montana. Selain Minuteman III, AS juga memiliki misil Trident yang diluncurkan dari sejumlah kapal selam dan pesawat bomber AS.

Kekhawatiran Perang
Uji coba misil Minuteman III itu dilakukan selang sehari setelah Kementerian Pertahanan AS pada Selasa (4/2) menyatakan akan kembali menurunkan kapal selam yang mampu membawa misil jarak jauh terbaru yang dilengkapi hulu ledak nuklir terbatas yaitu W76-2, untuk menanggapi uji persenjataan yang sama oleh Russia.
Langkah yang diambil Kementerian Pertahanan AS itu semakin meningkatkan risiko kekhawatiran terjadinya perang nuklir. Namun kekhawatiran itu segera ditepis oleh Wakil Menhan AS, John Rood, yang menyatakan misil berhulu ledak nuklir terbatas itu hanya untuk menggentarkan musuh potensial selain Russia.
Menurut keterangan penulis laman Federation of American Scientists bernama William Arkin dan Hans Kristensen, misil W76-2 diperkirakan memiliki kekuatan ledakan 5 kiloton, lebih kecil dibandingkan hulu ledak dari misil sebelumnya yang berkekuatan antara 90 hingga 455 kiloton. Arkin dan Kristensen menduga bawa misil W76-2 ini dibawa oleh kapal selam USS Tennessee yang saat ini berpatroli di Samudera Atlantik.
Penggunaan misil balistik berhulu nuklir ini kembali diterapkan setelah AS menarik diri dari kesepakatan pembatasan senjata nuklir era Prang Dingin, Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) Treaty, setahun lalu.
Saat masih diberlakukan kesepakatan ini, baik AS dan Russia dibatasi kapabililitas jelajah misil balistiknya hingga 500 hingga 5.500 kilometer saja. AS memarik diri dari kesepakatan INF setelah menuding Russia melanggar kesepakatan ini dengan mengembangkan misil SSC-8.
Editor: (D.E.S)
Rudal jadul ketinggalan jaman. Dibanding rudal china saja, teknologi minuteman III ini tertinggal jauh.
Dng Pantsyr pun sdh bisa merontokan nih rudal….😂😂😂
SukaSuka